PEMBAHASAN
RIBA
A. Pengertian
Secara literal, riba
bermakna tambahan (al-ziyadah). Sedangkan menurut istilah; Imam Ibnu
al-‘Arabiy mendefinisikan riba dengan; semua tambahan yang tidak disertai
dengan adanya pertukaran kompensasi. Imam Suyuthiy dalam Tafsir Jalalain menyatakan,
riba adalah tambahan yang dikenakan di dalam mu’amalah, uang, maupun makanan,
baik dalam kadar maupun waktunya.
Di dalam kitab al-Mabsuuth,
Imam Sarkhasiy menyatakan bahwa riba adalah al-fadllu al-khaaliy ‘an
al-‘iwadl al-masyruuth fi al-bai’ (kelebihan atau tambahan yang tidak
disertai kompensasi yang disyaratkan di dalam jual beli). Di dalam jual beli
yang halal terjadi pertukaran antara harta dengan harta. Sedangkan jika di
dalam jual beli terdapat tambahan (kelebihan) yang tidak disertai kompensasi,
maka hal itu bertentangan dengan perkara yang menjadi konsekuensi sebuah jual
beli, dan hal semacam itu haram menurut syariat. Dalam Kitab al-Jauharah
al-Naiyyirah, disebutkan; menurut syariat, riba adalah aqad bathil dengan
sifat tertentu, sama saja apakah di dalamnya ada tambahan maupun tidak.
Perhatikanlah, anda memahami bahwa jual beli dirham dengan dirham yang
pembayarannya ditunda adalah riba; dan di dalamnya tidak ada tambahan.
Di dalam Kitab
Nihayat al-Muhtaaj ila Syarh al-Minhaaj, disebutkan; menurut syariat,
riba adalah ‘aqd ‘ala ‘iwadl makhshuush ghairu ma’luum al-tamaatsul fi
mi’yaar al-syar’ haalat al-‘aqd au ma ta`khiir fi al-badalain au ahadihimaa”
(aqad atas sebuah kompensasi tertentu yang tidak diketahui kesesuaiannya dalam
timbangan syariat, baik ketika aqad itu berlangsung maupun ketika ada penundaan
salah satu barang yang ditukarkan).
Dalam Kitab
Hasyiyyah al-Bajairamiy ‘ala al-Khathiib disebutkan; menurut
syariat, riba adalah ‘aqd ‘ala ‘iwadl makhshuush ghairu ma’luum al-tamaatsul
fi mi’yaar al-syar’ haalat al-‘aqd au ma ta`khiir fi al-badalain au ahadihimaa”
(aqad atas sebuah kompensasi tertentu yang tidak diketahui kesesuaiannya dalam
timbangan syariat, baik ketika aqad itu berlangsung maupun ketika ada penundaan
salah satu barang yang ditukarkan, maupun keduanya)”. Riba dibagi menjadi tiga
macam; riba fadlal, riba yadd, riba nasaa’i. Pengertian riba semacam ini juga
disebutkan di dalam Kitab Mughniy al-Muhtaaj ila Ma’rifat al-Faadz
al-Minhaaj.
B. Dalil Keharaman Riba
Seluruh ‘ulama sepakat
mengenai keharaman riba, baik yang dipungut sedikit maupun banyak. Seseorang
tidak boleh menguasai harta riba; dan harta itu harus dikembalikan kepada
pemiliknya, jika pemiliknya sudah diketahui, dan ia hanya berhak atas pokok
hartanya saja.
Al-Quran dan Sunnah
dengan shahih telah menjelaskan keharaman riba dalam berbagai bentuknya; dan
seberapun banyak ia dipungut.
Allah SWT berfirman:
يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ لاَ تَأْكُلُواْ الرِّبَا أَضْعَافاً مُّضَاعَفَةً
وَاتَّقُواْ اللّهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
“Hai orang – orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan
berlipat ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat
keberuntungan” (Q.S. Ali Imran: 130)
Dari ayat di atas, Ibnu
Katsir dalam tafsirnya menerangkan bahwa Allah SWT melarang hamba-Nya yang
mukmin mempraktekkan riba dan memakannya berlipat ganda sebagaimana berlaku di
zaman jahiliyyah, dimana berlaku kebiasaan, hutang harus dilunasi tepat pada
waktunya atau ditunda dengan disertai bunga yang makin lama makin berlipat
ganda bilangan yang sedikit menjadi makin banyak dan berlipat – lipat. Allah
SWT memerintahkan hamba – hamba-Nya bertakwa agar beruntung di dunia dan di
akhirat, dengan peringatan keras agar menjauhkan diri dari api neraka yang
tersedia bagi orang – orang kafir.
Padahal Allah SWT juga berfirman:
الَّذِينَ
يَأْكُلُونَ الرِّبا لا يَقُومُونَ إِلَّا كَمَا يَقُومُ الَّذِي يَتَخَبَّطُهُ
الشَّيْطَانُ مِنَ الْمَسِّ ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ قَالُوا إِنَّمَا الْبَيْعُ مِثْلُ
الرِّبا وَأَحَلَّ اللَّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبا فَمَنْ جَاءَهُ مَوْعِظَةٌ
مِنْ رَبِّهِ فَانْتَهَى فَلَهُ مَا سَلَفَ وَأَمْرُهُ إِلَى اللَّهِ وَمَنْ عَادَ
فَأُولَئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ
“Orang-orang
yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya
orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila keadaan mereka
yang demikian itu, adalah disebabkan mereka Berkata (berpendapat),
“Sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba,” padahal Allah telah menghalalkan
jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya
larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya
apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya
(terserah) kepada Allah. Orang yang kembali (mengambil riba), maka orang itu
adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya”. [Q.S. Al
Baqarah : 275].
Ibnu Katsir menafsirkan dalam ayat di atas Allah menceritakan sifat orang
yang menyalahgunakan kalimat menolong atau membantu, padahal sebenarnya ia
mencari keuntungan bahkan mencekik dan menghisap darah. Mereka adalah pemakan
riba. Allah menyatakan, bahwa mereka yang memekan riba tak dapat berdiri tegak
dalam hidupnya di tengah masyarakat, melainkan seperti orang kesurupan setan.
Sebab, ia tak akkan pernah tenang sesudah ia menghisap darah dan mendapatkan
kekayaan dengan cara sekejam – kejamnya karena sasarannya selalu orang – orang
yang membutuhkan bantuan dengan cara menghutang. Lebih – lebih kelak jika
bangkit dari kubur di hari kiamat ia bagaikan orang kesurupan yang dipermainkan setan.
Ibnu Abbas ra. berkata, ”Pemakan riba (rentenir) akan dibangkitkan di hari
kiamat bagaikan orang gila tercekik”. Ibnu Abbas ra. juga mengatakan,
“Angkatlah senjatamu untuk berperang”. Kemudian Ibnu Abbas membaca Al Baqarah:
275 ini.
Abu Hurairah ra. menuturkan bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Ketika malam
Mi’raj aku melihat suatu kaum yang perut mereka bagaikan rumah. Dari dalamnya
tampak ada ular – ular yang merayap keluar. Kemudian aku bertanya, “Siapakah
mereka itu, hai Jibril?” Jawab Jibril, ‘Mereka itu kaummu yang memakan riba’.”
يَا أَيُّهَا
الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَذَرُوا مَا بَقِيَ مِنَ الرِّبا إِنْ
كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ، فَإِنْ لَمْ تَفْعَلُوا فَأْذَنُوا بِحَرْبٍ مِنَ اللَّهِ
وَرَسُولِهِ وَإِنْ تُبْتُمْ فَلَكُمْ رُؤُوسُ أَمْوَالِكُمْ لا تَظْلِمُونَ وَلا
تُظْلَمُونَ
Hai
orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba
(yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman. Maka jika kamu tidak
mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka ketahuilah, bahwa Allah dan
rasul-Nya akan memerangimu. Dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba),
maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya”. [TQS Al
Baqarah (2): 279].
Di dalam Sunnah,
Nabiyullah Muhammad SAW.
دِرْهَمُ
رِبَا يَأْكُلُهُ الرَّجُلُ وَهُوَ يَعْلَمُ أَشَدُّ مِنْ سِتٍّ وَثَلَاثِيْنَ زِنْيَةً
“Satu dirham
riba yang dimakan seseorang, dan dia mengetahui (bahwa itu adalah riba), maka
itu lebih berat daripada enam puluh kali zina”. (HR Ahmad
dari Abdullah bin Hanzhalah).
الرِبَا
ثَلاثة وَسَبْعُوْنَ بَابًا أَيْسَرُهَا مِثْلُ أَنْ يَنْكِحَ الرَّجُلُ أُمَّهُ,
وَإِنَّ أَرْبَى الرِّبَا عَرْضُ الرَّجُلِ الْمُسْلِمَ
“Riba itu
mempunyai 73 pintu, sedang yang paling ringan seperti seorang laki-laki yang
menzinai ibunya, dan sejahat-jahatnya riba adalah mengganggu kehormatan seorang
muslim”. (HR Ibn Majah).
لَعَنَ
رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ آكِلَ الرِّباَ وَمُوْكِلَهُ
وَكَاتِبَهُ وَشَاهِدَيْهِ, وَقَالَ: هُمْ سَوَاءٌ
“Rasulullah
saw melaknat orang memakan riba, yang memberi makan riba, penulisnya, dan dua
orang saksinya. Belia bersabda; Mereka semua sama”. (HR Muslim)
Di dalam Kitab
al-Mughniy, Ibnu Qudamah mengatakan, “Riba
diharamkan berdasarkan Kitab, Sunnah, dan Ijma’. Adapun Kitab, pengharamannya
didasarkan pada firman Allah swt,”Wa harrama al-riba” (dan Allah swt telah
mengharamkan riba) (Al-Baqarah:275) dan ayat-ayat berikutnya. Sedangkan Sunnah;
telah diriwayatkan dari Nabi saw bahwasanya beliau bersabda, “Jauhilah oleh
kalian 7 perkara yang membinasakan”. Para shahabat bertanya, “Apa itu, Ya
Rasulullah?”. Rasulullah saw menjawab, “Menyekutukan Allah, sihir, membunuh
jiwa yang diharamkan Allah kecuali dengan haq, memakan riba, memakan harta anak
yatim, lari dari peperangan, menuduh wanita-wanita Mukmin yang baik-baik
berbuat zina”. Juga didasarkan pada sebuah riwayat, bahwa Nabi saw telah
melaknat orang yang memakan riba, wakil, saksi, dan penulisnya”.[HR. Imam
Bukhari dan Muslim]…Dan umat Islam telah berkonsensus mengenai keharaman riba”.
Imam al-Syiraaziy di
dalam Kitab al-Muhadzdzab menyatakan; riba
merupakan perkara yang diharamkan. Keharamannya didasarkan pada firman Allah
swt, “Wa ahall al-Allahu al-bai` wa harrama al-riba” (Allah swt telah menghalalkan
jual beli dan mengharamkan riba)[Al-Baqarah:275], dan juga firmanNya, “al-ladziina
ya`kuluuna al-riba laa yaquumuuna illa yaquumu al-ladziy yatakhabbathuhu
al-syaithaan min al-mass” (orang yang memakan riba tidak bisa berdiri, kecuali
seperti berdirinya orang yang kerasukan setan)”. [al-Baqarah:275]…..Ibnu
Mas’ud meriwayatkan sebuah hadits, bahwasanya Rasulullah saw melaknat orang
yang memakan riba, wakil, saksi, dan penulisnya”. [HR. Imam Bukhari dan
Muslim].
Imam al-Shan’aniy di
dalam Kitab Subul al-Salaam mengatakan; seluruh umat telah bersepakat atas haramnya riba secara global.
Di dalam Kitab
I’aanat al-Thaalibiin disebutkan; riba
termasuk dosa besar, bahkan termasuk sebesar-besarnya dosa besar (min akbar
al-kabaair). Pasalnya, Rasulullah saw telah melaknat orang yang memakan
riba, wakil, saksi, dan penulisnya. Selain itu, Allah swt dan RasulNya telah
memaklumkan perang terhadap pelaku riba. Di dalam Kitab al-Nihayah
dituturkan bahwasanya dosa riba itu lebih besar dibandingkan dosa zina,
mencuri, dan minum khamer. Imam Syarbiniy di dalam Kitab al-Iqna’
juga menyatakan hal yang sama. Mohammad bin Ali bin Mohammad al-Syaukaniy
menyatakan; kaum Muslim sepakat bahwa riba termasuk dosa besar.
Imam Nawawiy di dalam Syarh
Shahih Muslim juga menyatakan bahwa
kaum Muslim telah sepakat mengenai keharaman riba jahiliyyah secara global. Mohammad
Ali al-Saayis di dalam Tafsiir Ayaat Ahkaam menyatakan, telah
terjadi kesepakatan atas keharaman riba di dalam dua jenis ini (riba
nasii’ah dan riba fadlal). Keharaman riba jenis pertama ditetapkan
berdasarkan al-Quran; sedangkan keharaman riba jenis kedua ditetapkan
berdasarkan hadits shahih. Abu Ishaq di dalam Kitab al-Mubadda’
menyatakan; keharaman riba telah menjadi konsensus, berdasarkan al-Quran dan
Sunnah.
C. Jenis-jenis Riba
Riba terbagi menjadi
empat macam; (1) riba nasiiah (riba jahiliyyah); (2) riba fadlal; (3)
riba qaradl; (4) riba yadd.
1. Riba Nasii`ah
Riba Nasii`ah adalah tambahan yang diambil karena penundaan pembayaran
utang untuk dibayarkan pada tempo yang baru, sama saja apakah tambahan itu
merupakan sanksi atas keterlambatan pembayaran hutang, atau sebagai tambahan
hutang baru. Misalnya, si A meminjamkan uang sebanyak 200 juta kepada si B;
dengan perjanjian si B harus mengembalikan hutang tersebut pada tanggal 1 Januari
2009; dan jika si B menunda pembayaran hutangnya dari waktu yang telah
ditentukan (1 Januari 2009), maka si B wajib membayar tambahan atas
keterlambatannya; misalnya 10% dari total hutang. Tambahan pembayaran di sini
bisa saja sebagai bentuk sanksi atas keterlambatan si B dalam melunasi
hutangnya, atau sebagai tambahan hutang baru karena pemberian tenggat waktu
baru oleh si A kepada si B. Tambahan inilah yang disebut dengan riba
nasii’ah.
Adapun dalil
pelarangannya adalah hadits yang diriwayatkan Imam Muslim:
الرِّبَا
فِيْ النَّسِيْئَةِ
” Riba itu dalam nasi’ah”.[HR Muslim dari Ibnu
Abbas]
Ibnu Abbas berkata:
Usamah bin Zaid telah menyampaikan kepadaku bahwa Rasulullah saw bersabda:
آلاَ
إِنَّمَا الرِّبَا فِيْ النَّسِيْئَةِ
“Ingatlah, sesungguhnya riba itu dalam nasi’ah”. (HR Muslim).
2. Riba Fadlal
Riba fadlal adalah riba yang diambil dari kelebihan pertukaran barang yang
sejenis. Dalil pelarangannya adalah hadits yang dituturkan oleh Imam Muslim.
الذَّهَبُ
بِالذَّهَبِ وَالْفِضَّةُ بِالْفِضَّةِ وَالْبُرُّ بِالْبُرِّ وَالشَّعِيرُ
بِالشَّعِيرِ وَالتَّمْرُ بِالتَّمْرِ وَالْمِلْحُ بِالْمِلْحِ مِثْلًا بِمِثْلٍ
سَوَاءً بِسَوَاءٍ يَدًا بِيَدٍ فَإِذَا اخْتَلَفَتْ هَذِهِ الْأَصْنَافُ فَبِيعُوا
كَيْفَ شِئْتُمْ إِذَا كَانَ يَدًا بِيَدٍ
“Emas dengan emas, perak dengan perak, gandum dengan gandum, sya’ir dengan
sya’ir, kurma dengan kurma, garam dengan garam, semisal, setara, dan kontan.
Apabila jenisnya berbeda, juallah sesuka hatimu jika dilakukan dengan kontan”.(HR Muslim dari Ubadah bin Shamit ra).
الذَّهَبُ
بِالذَّهَبِ وَزْنًا بِوَزْنٍ مِثْلًا بِمِثْلٍ وَالْفِضَّةُ بِالْفِضَّةِ وَزْنًا
بِوَزْنٍ مِثْلًا بِمِثْلٍ فَمَنْ زَادَ أَوْ اسْتَزَادَ فَهُوَ رِبًا
“Emas dengan emas, setimbang dan
semisal; perak dengan perak, setimbang dan semisal; barang siapa yang menambah
atau meminta tambahan, maka (tambahannya) itu adalah riba”. (HR Muslim dari Abu Hurairah).
عن فضالة
قال: اشتريت يوم خيبر قلادة باثني عشر دينارًا فيها ذهب وخرز، ففصّلتها فوجدت فيها
أكثر من اثني عشر ديناراً، فذكرت ذلك للنبي صلّى الله عليه وسلّم فقال: ”لا
تباع حتى تفصل“
“Dari Fudhalah berkata: Saya membeli kalung pada perang Khaibar seharga dua
belas dinar. Di dalamnya ada emas dan merjan. Setelah aku pisahkan (antara emas
dan merjan), aku mendapatinya lebih dari dua belas dinar. Hal itu saya
sampaikan kepada Nabi saw. Beliau pun bersabda, “Jangan dijual hingga
dipisahkan (antara emas dengan lainnya)”. (HR Muslim dari
Fudhalah)
Dari Said bin Musayyab bahwa Abu Hurairah dan Abu Said:
أن رسول الله
صلّى الله عليه وسلّم بعث أخا بني عدي الأنصاري فاستعمله على خيبر، فقدم بتمر جنيب
[نوع من التمر من أعلاه وأجوده] فقال رسول الله صلّى الله عليه وسلّم: ”أكلّ تمر
خيبر هكذا“؟ قال: لا والله يا رسول الله، إنا لنشتري الصاع بالصاعين من الجمع [نوع
من التمر الرديء وقد فسر بأنه الخليط من التمر]، فقال رسول الله صلّى الله عليه
وسلّم: ”لا تفعلوا ولكن مثلاً بمثل أو بيعوا هذا واشتروا بثمنه من هذا، وكذلك
الميزان“
“Sesungguhnya Rasulullah saw mengutus saudara Bani Adi al-Anshari untuk
dipekerjakan di Khaibar. Kamudia dia datang dengan membawa kurma Janib (salah
satu jenis kurma yang berkualitas tinggi dan bagus). Rasulullah saw bersabda,
“Apakah semua kurma Khaibar seperti itu?” Dia menjawab, “Tidak, wahai
Rasulullah . Sesunguhnya kami membeli satu sha’ dengan dua sha’ dari al-jam’
(salah satu jenis kurma yang jelek, ditafsirkan juga campuran kurma).
Rasulullah saw bersabda, “Jangan kamu lakukan itu, tapi (tukarlah) yang setara
atau juallah kurma (yang jelek itu) dan belilah (kurma yang bagus) dengan uang
hasil penjualan itu. Demikianlah timbangan itu”. (HR Muslim).
3. Riba al-Yadd.
Riba yang disebabkan karena penundaan pembayaran dalam pertukaran barang-barang.
Dengan kata lain, kedua belah pihak yang melakukan pertukaran uang atau barang
telah berpisah dari tempat aqad sebelum diadakan serah terima. Larangan riba
yadd ditetapkan berdasarkan hadits-hadits berikut ini:
الذَّهَبُ
بِالذَّهَبِ رِبًا إِلَّا هَاءَ وَهَاءَ وَالْبُرُّ بِالْبُرِّ رِبًا إِلَّا هَاءَ
وَهَاءَ وَالتَّمْرُ بِالتَّمْرِ رِبًا إِلَّا هَاءَ وَهَاءَ وَالشَّعِيرُ
بِالشَّعِيرِ رِبًا إِلَّا هَاءَ وَهَاءَ
“Emas dengan emas riba kecuali dengan dibayarkan kontan, gandum dengan
gandum riba kecuali dengan dibayarkan kontan; kurma dengan kurma riba kecuali
dengan dibayarkan kontan; kismis dengan kismis riba, kecuali dengan dibayarkan
kontan (HR al-Bukhari dari Umar bin al-Khaththab).
الْوَرِقُ
بِالذَّهَبِ رِبًا إِلَّا هَاءَ وَهَاءَ وَالْبُرُّ بِالْبُرِّ رِبًا إِلَّا هَاءَ
وَهَاءَ وَالشَّعِيرُ بِالشَّعِيرِ رِبًا إِلَّا هَاءَ وَهَاءَ وَالتَّمْرُالتَّمْرِ
رِبًا إِلَّا هَاءَ وَهَاءَ
“Perak dengan emas riba kecuali dengan dibayarkan kontan; gandum dengan
gandum riba kecuali dengan dibayarkan kontan kismis dengan
kismis riba, kecuali dengan dibayarkan kontan; kurma dengan kurma riba kecuali
dengan dibayarkan kontan“. [Ibnu Qudamah, Al-Mughniy, juz IV, hal.
13]
4. Riba Qardl
Riba qaradl adalah meminjam uang kepada seseorang dengan syarat ada kelebihan
atau keuntungan yang harus diberikan oleh peminjam kepada pemberi pinjaman.
Riba semacam ini dilarang di dalam Islam berdasarkan hadits-hadits berikut ini;
Imam Bukhari
meriwayatkan sebuah hadits dari Abu Burdah bin Musa; ia berkata, ““Suatu
ketika, aku mengunjungi Madinah. Lalu aku berjumpa dengan Abdullah bin Salam.
Lantas orang ini berkata kepadaku: ‘Sesungguhnya engkau berada di suatu tempat
yang di sana praktek riba telah merajalela. Apabila engkau memberikan pinjaman
kepada seseorang lalu ia memberikan hadiah kepadamu berupa rumput kering,
gandum atau makanan ternak, maka janganlah diterima. Sebab, pemberian tersebut
adalah riba”. [HR. Imam Bukhari]
Juga, Imam Bukhari
dalam “Kitab Tarikh”nya, meriwayatkan sebuah Hadits dari Anas ra bahwa Rasulullah
SAW telah bersabda, “Bila ada yang memberikan pinjaman (uang maupun barang),
maka janganlah ia menerima hadiah (dari yang meminjamkannya)”.[HR. Imam
Bukhari]
Hadits di atas menunjukkan bahwa peminjam tidak boleh memberikan hadiah
kepada pemberi pinjaman dalam bentuk apapun, lebih-lebih lagi jika si peminjam
menetapkan adanya tambahan atas pinjamannya. Tentunya ini lebih dilarang lagi.
Pelarangan riba qardl
juga sejalan dengan kaedah ushul fiqh, “Kullu qardl jarra manfa’atan
fahuwa riba”. (Setiap pinjaman yang menarik keuntungan
(membuahkan bunga) adalah riba”.[Sayyid Saabiq, Fiqh al-Sunnah,
(edisi terjemahan); jilid xii, hal. 113]
Praktek-praktek riba
yang sering dilakukan oleh bank adalah riba nasii’ah, dan riba qardl; dan
kadang-kadang dalam transaksi-transaksi lainnya, terjadi riba yadd maupun riba
fadlal. Seorang Muslim wajib menjauhi sejauh-jauhnya praktek riba, apapun jenis
riba itu, dan berapapun kuantitas riba yang diambilnya. Seluruhnya adalah haram
dilakukan oleh seorang Muslim.
D. Hikmah Pegharaman Riba
- Menjaga harta seorang muslim agar
tidak dimakan dengan cara yang bathil.
- Mengarahkan kaum muslimin
mengembangkan hartanya dalam mata pencarian yang bebas dari unsur penipuan.
- Sebagai upaya menutup semua jalan
yang bisa mengarah pada permusuhan sesama muslim (secara salah satu pihak akan
merasa dirugikan).
- Menyelamatkan diri dari kebinasaan,
karena orang yang memakan riba adalah zalim, dan kelak akan binasa.
- Memberi kesempatan berbuat baik
kepada sesama muslim, semisal meminjamkan harta tanpa bunga atau yang lainnya.
- Dengan adanya riba dapat membuat
manusia malas bekerja, bahkan tidak mau bekerja.
PEMBAHASAN
TENTANG RIBA
MAKALAH
Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas
mata pelajaran Tafsir ‘Am XI ma.
Di Pesantren Persatuan Islam 110
Manb’ul Huda Bandung
OLEH
ACHMAD SYARIF WIDYANTO
NIS. 131232730020120002
PESANTREN PERSATUAN ISLAM 110 MANBA’UL HUDA
BANDUNG
2014
__________________________________________________
sumber :