alhamdulillah kali ini Kuring bisa berbagi postingan terbaru, ini juga merupakan tugas kuliah Kuring tapi yah daripada disimpan saja lebih baik kita amalkan saja. Postingan kali ini berbentuk makalah yang berjudulkan "Toleransi dalam Beragama" dan tidak pula Kuring menyediakan bentuk soft file nya yang bisa diunduh untuk mempermudah sobat Kuring.
________________________________________________________________________________
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Manusia adalah makhluk individu sekaligus sebagai makhluk sosial.
Sebagai makhluk sosial tentunya manusia
dituntut untuk mampu berinteraksi dengan individu lain dalam rangka memenuhi
kebutuhannya. Dalam menjalankan kehidupan sosial dalam bermasyarakat,
seorang individu akan dihadapkan dengan kelompok-kelompok yang berbeda, salah
satunya dalam perbedaan agama.
Dalam rangka menjaga keutuhan dan persatuan dalam masyarakat maka
diperlukan sikap saling menghormati dan menghargai. Sehingga, gesekan-gesekan
yang dapat menimbulkan pertikaian dapat dihindari. Selain itu, masyarakat juga
dituntut untuk saling menjaga hak dan kewajiban diantara satu sama lain.
Dalam konteks toleransi antar beragama, islam memiliki konsep yang
sangat jelas. “Tidak ada paksaan dalam agama”. “bagimu Agamamu, bagiku agamaku”
merupakan contoh popular dari toleransi dalam islam. Selain ayat-ayat itu,
banyak ayat lain yang tersebar dalam surat dan juga sejumlah hadits serta
praktik toleransi dalam sejarah islam. Fakta-fakta historis itu menunjukan
bahwa masalah toleransi dalm islam bukanlah konsep asing.
Menurut
agama islam, toleransi bukan saja terhadap sesama manusia, tetapi juga alam
semesta, binatang, serta lingkungan hidup. Dengan cakupan toleransi yang luas
maka toleransi antar umat beragama dalam islam merupakan perhatian yang penting
dan serius. Karena tolerasi beragama menyangkut keyakinan manusia yang sangat
sensitif dan
mudah menimbulkan konflik. Oleh karena itu, makalah berikut ini akan mengulas
pandangan islam terhadap toleransi dalam beragama.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apa pengertian toleransi ?
2.
Bagaimana toleransi dalam islam ?
3.
Bagaimana toleransi antar umat beragama ?
4.
Apakah manfaat dari bersikap toleransi beragama?
C. Tujuan Masalah
1. Memahami pengetian dari toleransi.
2. Mengetahui toleransi dan batasan t dalam
islam.
3. Mengetahui toleransi antar umat beragama.
3. Mengetahui dan memahami manfaat dari sikap
toleransi beragama.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Toleransi
Dalam Kamus Besar
Bahasa
Indonesia (KBBI) disebutkan bahwa arti
kata “toleransi”
berarti sifat toleran. Kata toleran sendiri didefinisikan sebagai bersifat atau
bersikap tenggang rasa (menghargai,
membolehkan) pendirian (pendapat, atau keyakinan) yang berbeda atau
bertentangan dengan diri sendiri.
Toleransi merupakan kata serapan dari bahasa inggris “tolerance”
berarti sabar dan lapang dada, adapun kata kerja transitifnya yaitu “tolerate”
yang berarti sabar menghadapi atau melihat dan tahan terhadap sesuatu,
sementara kata sifatnya adalah toleray yang bersikap toleran, sabar terhadap
sesuatu. Sedangkan menurut Abdul Malik Salman, kata tolerane berasal
dari bahasa latin yang berarti berusaha tetap bertahan hidup tinggal atau
berinteraksi dengan sesuatu yang sebenarnya tidak disukai.
Dalam bahasa Arab, istilah yang lazim dipergunakan sebagai padanan
kata toleransi adalah samanah atau tasammuh,
maka kata ini berkembang dan mempunyai arti sikap lapang dada atau terbuka
dalam menghadapi perbedaan yang bersumber dari kepribadian yang mulia. Dengan
demikian, makna kata tasamuh memiliki keutamaan, karena melambangkan sikap pada
kemulian diri dan keikhlasan.
Oleh karena itu, toleransi dalam konteks sosial budaya dan agama
yang berarti sikap dan perbuatan yang melarang adanya diskriminasi terhadap
kelompok-kelompok yang berbeda atau tidak dapat diterima oleh mayoritas dalam
suatu masyarakat. Contohnya adalah toleransi beragama dimana penganut mayoritas
dalam
suatu masyarakat mengizinkan keberadaan agama lainnya.
B.
Analisis Terhadap Toleransi Dalam Islam
Toleransi merupkan sikap terbuka dan mau
mengakui adanya berbagai macam perbedaan, baik dari sisi suku bangsa, warna
kulit, bahasa, adat istiadat, budaya, bahasa serta agama, atau yang lebih
popular dengan sebutan inklusifisme, pluralisme,
dan multikulturalisme. Hal ini selaras
dengan firman Allah SWT. yang artinya “Hai
manusia sesungguhnya Kami menciptakan
kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa
dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal- mengenal. Sesungguhnya orang yang
paling mulia diantra kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara
kamu. Sesungguhnya Alllah maha mengetahui dan maha pengenal.”
(QS. al-Hujurat: 13).
Seluruh manusia berada didalam lingkaran
“sunnatullah” ayat ini mengindikasikan
bahwa Allah SWT menciptakan adanya perbedaan dan penting untuk menghadapi dan
menerima perbedaan-perbedaan itu termasuk dalam hal teologis. Toleransi antar
umat beragama yang berbeda termasuk ke dalam salah satu kajian penting yang ada
dalam sistem
teologi islam.
Islam adalah agama yang sempurna dan
memiliki sejumlah syarat yang sangat menjunjung
tinggi sikap toleransi. Sebagaimana firman Allah SWT.:
Artinya “Tidak
ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); sesungguhnya telah jelas jalan yang
benar daripada jalan yang sesat. Karena itu barang siapa yang ingkar kepada thaghut dan
beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali
yang amat kuat yang tidak akan putus. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha
Mengetahui. (QS. Al-Baqarah: 256).
Seruan ayat tersebut sebatas hanya
ditunjukkan untuk orang-orang kafir. Jadi, kaum muslimin tidak boleh memaksakan
kehendak orang lain (selain islam) untuk masuk kedalam agama islam. Sebab orang
kafir dalam hal ini diberikan hak oleh Allah SWT.
untuk memilih beriman kepada islam dan berhak pula untuk tidak mengimaninya.
C.
Toleransi Islam Terhadap Agama Lain
Agama
Islam adalah
agama yang sangat menjunjung tinggi keadilan. Keadilan bagi siapa saja, yaitu menempatkan sesuatu sesuai
tempatnya dan memberikan hak sesuai dengan haknya. Begitu juga dengan toleransi
dalam beragama.
Agama Islam melarang keras berbuat zalim dengan agama
selain Islam dengan
merampas hak-hak mereka. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
لَا
يَنْهَاكُمُ اللَّهُ عَنِ الَّذِينَ لَمْ يُقَاتِلُوكُمْ فِي الدِّينِ وَلَمْ
يُخْرِجُوكُم مِّن دِيَارِكُمْ أَن تَبَرُّوهُمْ وَتُقْسِطُوا إِلَيْهِمْ إِنَّ
اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ.
“Allah tiada melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku
adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula)
mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang
berlaku adil” (QS. Al-Mumtahah: 8)
Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa’diy rahimahullah
menafsirkan, “Allah tidak melarang kalian untuk berbuat baik, menyambung
silaturrahmi, membalas kebaikan , berbuat adil kepada orang-orang musyrik, baik
dari keluarga kalian dan orang lain. Selama mereka tidak memerangi kalian
karena agama dan selama mereka tidak mengusir kalian dari negeri kalian, maka
tidak mengapa kalian menjalin hubungan dengan mereka karena menjalin hubungan
dengan mereka dalam keadaan seperti ini tidak ada larangan dan tidak ada
kerusakan”.
Berikut beberapa bukti bahwa Islam adalah agama yang
menjunjung toleransi terhadap agama lainnya dan tentunya bukan toleransi yang kebablasan,
diantaranya:
1. Ajaran berbuat baik terhadap tetangga meskipun
non-muslim
Berikut ini teladan dari salafus shalih dalam berbuat
baik terhadap tetangganya yang Yahudi. Seorang tabi’in dan beliau adalah ahli
tafsir, imam Mujahid, ia berkata, “Saya pernah berada di sisi Abdullah bin
‘Amru sedangkan pembantunya sedang memotong kambing. Dia lalu berkata:
ياَ غُلاَمُ! إِذَا فَرَغْتَ فَابْدَأْ بِجَارِنَا
الْيَهُوْدِي
”Wahai pembantu! Jika anda telah selesai
(menyembelihnya), maka bagilah dengan memulai dari tetangga Yahudi kita
terlebih dahulu”.
Lalu ada salah seorang yang berkata,
آليَهُوْدِي
أَصْلَحَكَ اللهُ؟!
“(kenapa engkau memberikannya) kepada Yahudi?
Semoga Allah memperbaiki kondisimu.”
‘Abdullah bin ’Amru lalu berkata,
إِنِّي
سَمِعْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُوْصِي بِالْجَارِ، حَتَّى
خَشَيْنَا أَوْ رُؤِيْنَا أَنَّهُ سَيُوّرِّثُهُ
‘Saya mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam berwasiat terhadap tetangga sampai kami khawatir kalau beliau akan
menetapkan hak waris kepadanya”.
2. Bermuamalah yang baik dan tidak boleh
dzalim terhadap keluarga dan kerabat meskipun non-muslim
Misalnya pada ayat yang menjelaskan ketika orang tua
kita bukan Islam, maka tetap harus berbuat baik dan berbakit kepada mereka
dalam hal muamalah. Allah Ta’ala berfirman,
وَإِنْ
جَاهَدَاكَ عَلى أَنْ تُشْرِكَ بِي مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ فَلا تُطِعْهُمَا
وَصَاحِبْهُمَا فِي الدُّنْيَا مَعْرُوفًا
“Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan
dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah
kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik.”
(QS. Luqman: 15)
3. Islam
melarang keras membunuh non-muslim kecuali jika mereka memerangi kaum muslimin.
Dalam agama Islam orang kafir yang boleh dibunuh
adalah orang kafir harbi yaitu kafir yang memerangi kaum muslimin.
Selain itu semisal orang kafir yang mendapat suaka atau ada perjanjian dengan
kaum muslimin semisal kafir dzimmi, kafir musta’man dan kafir mu’ahad, maka
dilarang keras untuk dibunuh. Jika melanggar maka ancamannya sangat keras.
مَنْ
قَتَلَ قَتِيلًا مِنْ أَهْلِ الذِّمَّةِ لَمْ يَجِدْ رِيحَ الْجَنَّةِ وَإِنَّ
رِيحَهَا لَيُوجَدُ مِنْ مَسِيرَةِ أَرْبَعِينَ عَامًا
“Barangsiapa membunuh seorang kafir dzimmi, maka
dia tidak akan mencium bau surga. Padahal sesungguhnya bau surga itu tercium dari
perjalanan empat puluh tahun”.
4. Adil
dalam hukum dan peradilan terhadap non-muslim
Contohnya ketika Umar bin Khattab radhiallahu’anhu
membebaskan dan menaklukkan Yerussalem Palestina. Beliau menjamin warganya agar
tetap bebas memeluk agama dan membawa salib mereka. Umar tidak memaksakan
mereka memluk Islam dan menghalangi mereka untuk beribadah, asalkan mereka
tetap membayar pajak kepada pemerintah Muslim. Berbeda ketika bangsa dan agama
lain mengusai, maka mereka melakukan pembantaian.
Umar bin Khattab juga memberikan kebebasan dan
memberikan hak-hak hukum dan perlindungan kepada penduduk Yerussalem walaupun
mereka non-muslim.
D.
Toleransi Antar Umat Beragama
Toleransi antar umat beragama dapat
dimaknai sebagai suatu sikap untuk dapat hidup bersama masyarakat yang menganut
agama lain dengan memiliki kebebasan untuk menjalankan prinsip-prinsip
keagamaan (ibadah) masing-masing, tanpa adanya paksaan dan tekanan baik untuk
beribadah maupun tidak beribadah dari satu
pihak ke pihak lain. Sebagai implementasinya dalam praktik kehidupan sosial
dapat dimulai dari sikap kebersamaan antara penganut keagamaan dalam kehidupan
sehari-hari.
Sikap toleransi antar umat beragama bisa
dimulai dari hidup bertentangga baik dengan tetangga yang seiman dengan kita
maupun tidak. Sikap toleransi itu direfleksikan dengan cara saling menghormati
saling memuliakan dan saling tolong-menolong.
Toleransi
hak dan kewajiban dalam umat beragama telah tertanam dalam nilai-nilai yang ada
pada pancasila. Indonesia adalah Negara majemuk yang terdiri dari berbagai
macam etnis dan agama, tanpa adanya sikap saling menghormati antara hak dan
kewajiban maka dapat muncul
berbagai macam gesekan antar umat beragama.
Kehidupan
berbangsa dan bernegara pada hakikatnya merupakan kehidupan masyarakat bangsa,
yang di dalamnya terdapat berbagai macam adat istiadat, kebudayaan, suku,
pemeluk agama, dan penganut kepercayaan yang berbeda-beda. Namun demikian
perbedaan-perbedaan kehidupan tersebut tidak menjadikan bangsa ini
tercerai-berai, akan tetapi justru menjadi kemajemukkan kehidupan sebagai suatu
bangsa dan negara Indonesia. Sebagaimana semboyan negara kita “Bhineka Tunggua
Ika” yang memiliki makna walaupun berbeda tetapi tetap satu, itu artinya
kondisi bangsa Indonesia yang berbeda akan suku, adat istiadat, budaya, bahasa,
dan agama sekalipun, tidak menyebabkan bangsa Indonesia bercerai-berai, namun
justru menjadi sarana untuk mempererat rasa persatuan dan kesatuan bangsa
Indonesia. Oleh karena itu kehidupan tersebut tetap perlu dipelihara agar tidak
terjadi disintegrasi bangsa.
E.
Penegasan Tidak Ada Toleransi Aqidah
Mengenai sistem
keyakinan dan agama yang berbeda-beda, akan tetapi toleransi ada batasnya dan tidak boleh kebablasan.
Semisal mengucapkan “selamat natal” dan menghadiri acara ibadah atau ritual kesyirikan agama lainnya. Karena jika sudah urusan agama, tidak ada
toleransi dan saling mendukung.
Toleransi berlebihan ini, ternyata sudah ada ajakannya sejak
Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam memperjuangkan agama Islam.
Suatu
ketika, beberapa orang kafir Quraisy yaitu Al Walid bin Mughirah, Al ‘Ash bin
Wail, Al Aswad Ibnul Muthollib, dan Umayyah bin Khalaf menemui Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam, mereka menawarkan tolenasi kebablasan
kepada beliau, mereka berkata:
يا محمد ، هلم فلنعبد ما تعبد ، وتعبد ما نعبد ، ونشترك نحن وأنت
في أمرنا كله ، فإن كان الذي جئت به خيرا مما بأيدينا ، كنا قد شاركناك فيه ،
وأخذنا بحظنا منه . وإن كان الذي بأيدينا خيرا مما بيدك ، كنت قد شركتنا في أمرنا
، وأخذت بحظك منه
“Wahai Muhammad, bagaimana jika kami beribadah
kepada Tuhanmu dan kalian (muslim) juga beribadah kepada Tuhan kami. Kita
bertoleransi dalam segala permasalahan agama kita. Apabila ada sebagaian dari
ajaran agamamu yang lebih baik (menurut kami) dari tuntunan agama kami, maka
kami akan amalkan hal itu. Sebaliknya, apabila ada dari ajaran kami yang lebih
baik dari tuntunan agamamu, engkau juga harus mengamalkannya”.
Kemudian turunlah ayat berikut yang menolak keras
toleransi kebablasan
semacam ini,
قُلْ يَا أَيُّهَا
الْكَافِرُونَ. لَا أَعْبُدُ مَا تَعْبُدُونَ. وَلَا أَنتُمْ عَابِدُونَ مَا
أَعْبُدُ. وَلَا أَنَا عَابِدٌ مَّا عَبَدتُّمْ. وَلَا أَنتُمْ عَابِدُونَ مَا
أَعْبُدُ. لَكُمْ دِينُكُمْ وَلِيَ دِينِ
“Katakanlah (wahai Muhammad kepada orang-orang
kafir), “Hai orang-orang yang kafir, aku tidak akan menyembah apa yang kamu
sembah. Dan kamu bukan penyembah Tuhan yang aku sembah. Dan aku tidak pernah
menjadi penyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu tidak pernah (pula) menjadi
penyembah Tuhan yang aku sembah. Untukmulah agamamu dan untukkulah agamaku”.
(QS. Al-Kafirun: 1-6).
Oleh sebab itu, Al-Qur’an menegaskan bahwa umat islam tetap
berpegang teguh pada sistem ke-Esaan
Allah secara mutlak. Sedangkan orang kafir pada ajaran ketuhanan yang
ditetapkan sendiri.
Dalam memahami toleransi, umat islam tidak
boleh salah kaprah. Toleransi terhadap non-muslim hanya boleh dalam aspek
muamalah , tetapi tidak dalam hal aqidah dan ibadah. Islam mengakui adanya
perbedaan tetapi tidak boleh dipaksakan agar sama sesuatu yang jelas berbeda.
Dalam sejarah islam, nabi Muhammad SAW
merupakan teladan yang baik dalam implementasi toleransi beragama dengan
merangkul semua etnis dan apapun warna kulit dan kebangsaannya. Kebersamaan
merupakan salah satu prinsip yang diutamakan, terkait dengan karakter
modernisasi dalam islam. Dimana Allah SWT berkeinginan mewujudkan masyarakat
islam yang moderat sebagaimana firman Allah SWT.:
Artinya
“Dan
demikian (pula) kami telah menjadikan kamu (umat Islam)
umat yang adil dan pilihan agar kamu menjadi saksi atas perbuatan manusia dan
agar Rasul menjadi saksi atas perbuatan kamu.
F.
Manfaat Toleransi Beragama
1.
Menghindari perpecahan
Bersikap toleran merupakan solusi
agar tidak terjadi perpecahan dalam mengamalkan agama, sikap bertoleran harus
menjadi suatu kesadaran pribadi yang selalu dibiasakan dalam wujud interaksi sosial.
2.
Memperkokoh tali silahturahim
Salah satu wujud dari toleransi hidup
beragama adalah menjalin dan memperkokoh tali silahturahmi antar umat beragama
dan menjaga hubungan yang baik. Merajut hubungan damai antar penganut agama
hanya bisa dimungkinkan jika masing-masing pihak saling menghargai pihak lain.
Mengembangkan sikap toleran beragama, bahwa setiap penganut agama boleh
menjalankan ajaran dan ritual agamanya dengan bebas dan tanpa tekanan.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Berdasarkan apa yang sudah
dijelaskan pada pembahasan, maka dapat dikemukakan beberapa kesimpulan, antara
lain :
1.
Toleransi adalah sikap memberikan kemudahan, berlapang dada, dan
menghargai orang lain yang berbeda dengan kita.
2.
Islam merupakan agama yang menjadikan sikap toleransi sebagai
bagian yang terpenting, sikap ini lebih banyak teraplikasi dalam wilayah
interaksi sosial sebagaimana yang
ditunjukkan Rasulullah SAW.
3.
Sikap toleransi dalam beragama adalah menghargai keyakinan agama
lain dengan tidak bersikap menyamakan keyakinan (aqidah) agama
lain dengan keyakinan islam itu sendiri.
B.
Saran
Beberapa saran berikut yang harus lebih
diperhatikan dan diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari antara lain :
1.
Sikap toleransi dalam semua aspek kehidupan terutama dalam beragama
harus sangat dijunjung tinggi, karena tanpa
sikap toleransi hanya akan
menimbulkan konflik.
2.
Dalam tolenrasi beragama, aqidah merupakan hal yang tidak dapat
ditolerin lagi dan toleransi dalam beragama memiliki batas-batas tertentu,
tidak semua hal bisa saling melebur dengan keyakinan.
DAFTAR PUSTAKA
Bahraen Raehanul. http://muslim.or.id/23967-bukti-toleransi-islam-terhadap-agama-lainnya.html.
(19 Desember 2014 diakses 16 Oktober 2015. Bandung).
Fakhrudin Fahmi. https://muhammadfahmik.wordpress.com/materi-pembelajaran-1/.
(diakses 16 Oktober 2015. Bandung).
bagi yang berminat download KLIK DI SINI